Senin, 07 Januari 2008

Cerpen Sosial

Suara adzan subuh menggema membangunkan Totoh, bukan karena suara muadzin yang keras Totoh bangun; maklum muadzin untuk adzan subuh jarang anak muda, tapi di jam itulah Totoh terbiasa bangun. Air terasa dingin, namun tak sedikitpun Totoh lamban beribadah.
Setelah selesai shalat, Totoh masih menyempatkan diri untuk sejenak berwirid. Padahal mobil yang biasa membawanya ke pasar hanya dua unit saja. Tidak tahu bawaan dari mana Totoh sangat taat beribadah? Padahal dia berasal dari keluarga yang tidak terlalu mengerti tentang agama; mondok di pesanteren Cuma dua bulan. Oh…! mungkin dia taat karena ditikahi oleh pemuda anak dari seorang kiai besar.
Dulu sebelum genap dua bulan di pondok, Totoh dijodokan oleh bapanya dengan seorang pemuda. Betapa girang bapanya ketika ia mendengar bahwa yang mau melamar anaknya adalah seorang pemuda dari anak seorang kiai, “perlu dicatat bahwa kiai pada waltu itu adalah merupakan golongan priyayi.” Bapanya mendengar kabar itu dari H. Fandi sahabatnya, padahal ia sendiri sama sekali tidak mengetahui secara persis siapa pemuda yang akan melamar anaknya itu. Namun hal yang biasa bagi jelata, ketika mendengar kata priyayi, tak akan ada ragu apalagi penolakan.
Cahaya mentari masih remang, Totoh pulang dengan keranjang belanjaanya yang cukup besar di kiri dan kanan tangannya. Belum air yang diminumnya turun ketenggorokan, tangis anaknya yang bontot minta nete, ya, sebulan lalu ia baru saja melahirkan. Belum selesai netein, si sulung juga bangun, air kencing dari kedua anaknya membasahi karpet alas mereka tidur. Si sulung yang laki dan si bontot yang perempuan selisih umurnya hanya satu tahun, maklum, bapa dari anak-anaknya adalah turunan priyayi yang mengharuskan banyak keturunan.
Matahari mulai menunjukan wujudnya secara penuh, anak-anak SD bergegas mandi; begitupun Totoh yang sibuk dengan penggorengannya. ya, karena ia harus selesai mengoreng gorengan sebelum anak-anak SD masuk kelas. Selain nempel dengan pondok pesanteren, rumahnya juga dekat dengan sekolahan SD.
Berjalan setengah lari Totoh membawa dagangannya. Gorengan dan lontong buatan Totoh sangat digemari anak-anak, kecuali keponakan dan anak-anak dari kerabat sopian, “suaminya.” Totoh nggak habis pikir, walaupun dikasih Cuma-Cuma anak-anak itu tetap menolak. Ada apa sebenarnya? Karena tak mungkin untuk anak kecil bersikap seperti itu tanpa ada orang yang mendoktrin mereka. Siapa yang mendoktrin mereka? Dagangannya habis sebelum bel sekolah berdentang.
Samar-samar ada suara yang memanggil, “ceu…eceu…!” panggilan untuk kaka pereumpuan orang sunda. Sambil menghitung uang Totoh menoleh kesamping. Rupanya benar, Iip adiknya yang ia bawa dari kampung untuk membantu mengurus Doni dan Eneng anaknya, berjalan menghampirinya. “Ada apa Ip ?” sahutnya. “si Doni ma si Eneng ngadat mulu !” “emang bapanya belum bangun ?” “eceu kan tau sendiri kang Sopian !” sambil berjalan Totoh meneruskan perbincangannya dengan Iip.
Setengah perjalanan Totoh berpapasan dengan Ucu, istri dari kaka Sopian.
“Dari mana Toh?” (bibirnya sambil mengeluarkan senyum sinisnya yang khas)
Dawuh ceu, anu…cari buat jajan Doni
“Di sini dari dulu gak ada perempuan yang cari uang!”
kang Sopian belum kerja ceu..!
“Sopian itu turunan kyai, pasti selalu ada rizki ! kamu jangan merusak martabat keluarga dong !” ucapnya sambil meninggalkan Totoh.
Totoh kembali merenungkan perbincangan yang baru saja berakhir. lalu ia bertanya pada Iip.
Ip, kalau kita lapar, apakah kita bisa makan martabat ?
“enggak ceu !”
Lalu kalau kita lapar, apa dia mau ngasih makan pada kita ?
“boro-boro ceu…! Saya udah bosan ngedenger keluhan Haji Dadan”
Haji Dadan yang punya toko maksud kamu ?
“iya..!”
Emang dia ngeluh apa ?
Sambil sedikt berbisik “ dia udah bingung dengan Ucu yang tidak juga membayar utang”
Oh…itu ! (ekspresi Totoh seperti menyatakan itu bukan hal yang aneh) udah ga usah dilanjutkan Ip !
Tiba di rumah Totoh langsung mendapti anaknya yang sedang nangis, sedang Sopian baru saja keluar dari kamar.
“Makanya jadi perempuan itu jangan terlalu suka uang, urusi aja anak” celoteh Sopian.
Saya cari uang untuk mereka juga kang. Mereka punya masa depan kang.
“kamu sekarang mulai berani melawan aku Toh !?”
Maaf kang bukannya saya melawan, tapi…
Belum selesai Totoh selesai bicara, Sopian langsung memotong dengan suara yang cukup keras.
“tapi apa ?! dasar perempuan tak beradab” hujat Sopian.
Totoh memilih diam agar tak mendapat hujatan dari mertua dan kerabat lainya yang selalu memojokan Totoh. Di pojok dapur Iip hanya bisa menangis melihat kakanya diperlakukan. Doni dan Eneng terdiam dari tangis seolah tak tega menambah beban sang ibu.
Sopian sebenarnya adalah suami yang menyayangi istri, itu terlihat dari kesedianya untuk bekerja sebagai buruh kuli bangunan yang sempat ia jalani, namun ibu Sopian selalu menghalanginya untuk bekerja. ya, meskipun ia terlahir dari keluarga seorang kyai besar tapi ia tidak bisa mengajar ngaji para santeri, bahkan membaca Al-Qur’an saja ia terbata-bata. Mungkin karena itulah Sopian di jodohkan dengan Totoh yang bukan dari keluarga pesantren. Yang membuat Totoh selalu dicemooh oleh kaum isteri di lingkunganya. Yang membuat sopian menjadi berubah adalah terlalu banyak orang yang mempengaruhinya, Yang kesemuanya membenci Totoh. Terutama mertuanya yang membencinya karena Totoh selalu menganjurkan Sopian untuk bekerja.

Diskriminasi

Kangen Band di Tengah Kehidupan Sosial
Kita hidup di Negara yang mempunyai aneka ragam suku, ras, dan agama. Terlalu naïf apabila tidak memberikan kepada seseorang atau suatu kelompok untuk mempunyai eksis dalam kehidupan di ranah nasional, meskipun seseorang atau kelompok itu bukan berasal dari kaum mayoritas. Apabila kita mengaku sebagai warga Negara Indonesia, maka kita juga harus menerima keberagamannya.
Contoh kasus untuk hal itu sudah terlalu banyak kita temukan di Negara ini; terutama dalam hal social, ekonomi, dan politik. Namun kita juga harus melihat benih-benih rasis atau klasifikasi social itu dalam sisi kehidupan yang tidak formal. Karena hal itu adalah benih terjadinya desintegrasi bangsa.
Kita angkat satu contoh kasus dalam kehidupan remaja, yaitu music. Kangen Band adalah grup band pendatang baru di belantika music Indonesia. Sebelum kemunculannya di Televisi, orang yang hanya mendengarkanya di radio, mungkin penasaran akan sosok dari personil band tersebut. Namun setelah kemunculannya di televisi banyak orang yang tadinya suka menjadi menghina. Masalahnya sepele, bahkan bukan masalah kalau orang yang melihat itu adalah seorang manusia dengan kemanusiannya, hanya karena para personil dari band tersebut tidak masuk dalam kategori “ganteng” dan kampungan.
Mungkin untuk hal fisik dikarenakan sifat hedonis dari dunia entertaint kita yang mengutamakan fisik itu sebagai sayrat utama bahkan segalanya. Pandangan seperti itu tidak pantas untuk dipertahankan, karena hal itu bukan hal yang dapat diperjuangkan oleh manusia. Hal itu adalah sunnatullah dan ciri keagungan penciptaan Tuhan.
Untuk hal kampungan, saya mempertanyakan dalam hal apa? Apakah dalam lirik lagu? Apakah dari mana mereka berasal? Apakah orang yang tidak terlahir di Jakarta semua kampungan? vokalis dari band Naif menghina habis-habisan kangen band. Dia beralasan bahwa dengan munculnya kangen band membuat kemunduran perkembangan music indoneia. Apakah itu dicitrakan dari liriknya? Bukankah setiap band itu mempunyai ciri khasnya? Lupakah orang yang mengkritik dengan ciri khas bandnya? Yang terpenting untuk jawaban itu adalah setiap daerah dari Negara ini mempunyai bahasa yang berbeda beserta sastranya. Belum lagi kalau kita mellihat secara psikologi dari keinginan dan pengaruh mereka berinteraksi.
Sebuah tayangan reality show di salah satu stasion televisi yang mau menghadirkan Kangen Band, harus berdebat panjang sebelumnya, dengan alasan tidak ngetop, tidak berkualitas, dan alasan lainya yang bersifat subjektif. Walaupun akhirnya jadi menghadirkan.
Menurut data dari platinum, album perdana Kangen Band terjual sebanyak tiga ratus ribu keping, angka yang sangat bagus untuk band pendatang baru disaat industri musik tanah air yang sedang loyo. Itu menunjukan bahwa kangen band diterima oleh masyarakat, walau mungkin penggemarnya banyak yang berasal dari luar Jakarta dan kota besar lainya.
Catatan penting bagi kita adalah bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk berekspresi, jangan berpandangan subjektif terlebih lagi itu dapat membunuh karakter seseorang maupun kelompok, dan mulailah menghargai keberagaman. Pesan untuk media massa terutama dunia perfilman “janganlah meracuni public dengan hedonisme yang dapat merusak sifat dasar manusia.”

Artikel

Mengkomunikasikan kebijakan
Kesenjangan komunikasi akan berakibat buruk walaupun tujuanya baik dan jujur. Seperti contoh kasus yang masih hangat; yaitu tentang konversi minyak tanah ke gas. Gagalnya kebijakan pemerintah ini adalah disebabkan tidak dilibatkanya public dalam pembuatan kebijakan ini , dan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat. Sebenarnya konversi bahan bakar minyak terhadap bahan bakar yang efisien sudah harus dilakukan jauh hari sebelumnya.
Jika kita mau belajar dari Amerika, Negara ini telah mebicarakan permsalahan ini dari tahun 1950-an. Amerika sadar akan meningkatnya permintaan terhadap energy, sedangkan cadangan energy semakkin lama semakin menyusut. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi, akan mengakibatkan defresi social di masa mendatang dengan menyusutnya energy dan mahalnya harga minyak, sehingga tatanan ekonomi dan sosial akan mengalami perubahan secara radikal.
Kesadaran Negara kita akan hal itu timbul di saat Negara sudah mulai kewalahan dalam mensubsidi BBM, kebijakan pemerintah ini tidak diimbangi oleh kesadaran public yang terbiasa menggunakan BBM dan dimanjakan oleh subsidi dari pemerintah. Mungkin akan lain cerita bila pada saat sebelum kebijakan itu dimunculkan ke permukaan public, terlebih dahulu di lakukan penyuluhan agar masyarakat kita sadar akan situasi yang akan dibuat sebagai kebijakan.
Mungkin pemerintah tidak harus menyediakan tabung gas gratis kepada setiap kepala keluarga, apabila pemaerintah berhasil mengkomunikasikan kebijakannya itu. Pemerintah harus mulai menyadari bahwa komunikasi akan efektif bila komunikasi tidak berlangsung satu arah; dalam hal ini keterlibatan public dalam pembuatan kebijakan. Kejadian ini harus dijadikan pelajaran berharga oleh pemerintah.